Subscribe to web2feel.com
Subscribe to web2feel.com

DIABETES MELITUS

Minggu, 11 Juli 2021 0 komentar

1. Pengetian. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya (Soegondo, 2013) Secara klinis terdapat 4 tipe diabetes, yaitu : Tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin/Insulin Dependent Diabetes Melitus, Tipe 2 (diabetes melitus tidak tergantung insulin) insulin/. 2.Non-Insulin Diabetes Melitus, 3. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya, dan 4. Diabetes melitus gestasional (Gestational Diabetes Melitus). Untuk diabetes tipe 2, umumnya terjadi pada orang dewasa (kadang-kadang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Umumnya terjadi secara perlahan-lahan dan tanpa gejala serta secara bertahap akan bertambah berat dan kurang lebih 90-95 % penderita mengalami diabetes melitus tipe 2 (Smeltzer & Bare,2002).
2. Penyebab. Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
3. Faktor resiko. Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002) antara lain: a. Kelainan genetic. Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan insulin dengan baik. b. Usia. Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin. c. Gaya hidup stress. Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak. d. Pola makan yang salah. Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).
4. Tanda dan Gejala. Penderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini juga pada golongan anak-anak dan remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula (Smeltzer & Bare, 2002). Selain tanda dan gejala diatas, gangguan lain yang sering dirasakan oleh penderita DM tipe 2, yaitu: a. Gangguan saraf tepi/kesemutan. Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga sulit tidur b. Gangguan penglihatan. Pada fase awal penyakit DM sering terjadi gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik c. Gatal/bisul. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. d. Gangguan ereksi. Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. e. Keputihan. Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluha yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan
5. Komplikasi. Komplikasi pada penderita DM tipe II antara lain: 1. Hipoglikemia Akut (rendahnya kadar gula darah yang tidak normal). Pasien mungkin akan mengeluarkan keringat dingin, merasa gemetar, pucat, jantung yang berdegup kencang, mengantuk atau bahkan pingsan. 2. Hiperglikemia Akut (tingginya kadar gula darah yang tidak normal). Pasien mungkin akan bernapas secara dalam dan cepat, merasa mual, muntah, dan sensasi haus yang berlebihan hingga pingsan atau koma. Jika diabetes melitus tidak dikendalikan secara memadai dan kadar glukosa tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama, pembuluh darah dan sistem saraf bisa dengan mudah terganggu, yang mengakibatkan kerusakan organ dalam jangka waktu yang lama hingga mengakibatkan kegagalan organ, seperti mata, otak, jantung dan pembuluh darah, ginjal dan kaki.
6. Diagnosis. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah vena dengan sistem enzimatik dengan hasil : a. Gejala klasik + GDP ≥ 126 mg/dl b. Gejala klasik + GDS ≥ 200 mg/dl c. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl d. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl e. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dl f. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl g. HbA1c ≥ 6.5%

Sumber
1. Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC 2. Eva Decroli, (2019). Buku Diabetes Mellitus Lengkap Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas : Padang

Mengenal Leishmaniasis

Senin, 07 Desember 2015 0 komentar

(Foto: Liputan6.com)

Dalam beberapa bulan terakhir kita membaca berita tentang penyebaran penyakit dengan nama Leishmaniasis di Suriah. Para aktivis dunia menyayangkan dan mengecam penyebaran penyakit tersebut yang diduga melibatkan kelompok ISIS. Beberapa media di Indonesia dan juga media Internasional memberitakan hal tersebut, seperti yang dimuat oleh Dailymail, 05/12/2015. Untuk mengenal penyakit ini lebih lanjut, penulis merangkum tentang penyakit tersebut seperti yang dikutip dari medicastore.com.

DEFINISI
Leishmaniasis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Leishmania dan
disebarkan melalui gigitan lalat pasir. Penyakit ini ditemukan di daerah-daerah tropis, sub-tropis, dan Eropa Selatan. Penyakit ini memiliki berbagai bentuk pada manusia. Bentuk yang paling sering adalah : leishmaniasis kutaneus, yang menyebabkan luka pada kulit. Bentuk ini terjadi di Eropa Selatan, Asia, Afrika, Meksiko, dan Amerika Tengah dan Selatan. Leishmaniasis visceral (kala-azar), yang mengenai organ-organ dalam, seperti limpa, hati, dan sumsum tulang. Bentuk ini biasanya terjadi di India, Afrika (terutama Sudan), Asia Tengah, daerah di sekitar Mediteranean, Amerika Tengah dan Selatan, dan adakalanya di
Cina. Orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, terutama orang dengan AIDS, lebih rentan untuk terkena leishmaniasis.

PENYEBAB
Penyebab Leishmaniasis adalah protozoa Leishmania. Penyakit ini disebarkan oleh lalat pasir yang terinfeksi, yaitu dengan menggigit manusia atau hewan, misalnya anjing atau hewan pengerat. Pada kasus yang jarang, infeksi dapat menyebar melalui transfusi darah, jarum suntik yang sebelumnya dipakai oleh orang yang terinfeksi, dari ibu ke bayinya saat dilahirkan, atau melalui hubungan seksual.

GEJALA
Terdapat beberapa bentuk leishmaniasis pada manusia. Beberapa orang bisa mengalami infeksi yang tenang, tanpa adanya tanda atau gejala apapun. Tetapi, infeksi ini dapat juga menyebabkan: Leishmaniasis kutaneus. Bentuk ini adalah yang paling sering terjadi, dimana terbentuk lesi pada kulit yang awalnya berupa benjolan kecil dan bisa berakhir sebagai luka terbuka. Beberapa orang bisa mengalami pembesaran kelenjar getah bening. Luka pada kulit biasanya bisa sembuh dengan sendirinya setelah beberapa bulan, tetapi bisa juga menetap selama bertahun-tahun. Luka ini sembuh dengan meninggalkan jaringan parut yang dapat menetap.
Leishmaniasis visceral (kala-azar), yang mengenai berbagai organ tubuh bagian dalam (biasanya limpa, hati, dan sumsum tulang) dan dapat berakibat fatal. Orang yang terkena bisa mengalami demam, penurunan berat badan, muntah, diare, kelelahan, pembesaran limpa dan hati, serta penurunan jumlah sel-sel darah. Tanpa terapi sekitar 80-90% penderita yang bergejala akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian.
Pembesaran limpa pada: Leishmaniasis mukosa. Bentuk ini jarang terjadi dan bisa merupakan akibat dari leishmaniasis kutaneus. Parasit tertentu dapat menyebar dari kulit dan menyebabkan luka pada membran mukosa hidung (paling sering), mulut, atau tenggorokan. Tanda awal dapat berupa hidung tersumbat atau perdarahan pada hidung (mimisan). Luka ini dapat menyebabkan perubahan bentuk wajah yang berat. Adakalanya luka terjadi pada kulit di seluruh tubuh, menyebabkan keadaan yang mirip dengan lepra (kusta).

DIAGNOSA
Diagnosa leishmaniasis dapat dipastikan dengan memeriksa contoh jaringan yang terinfeksi, yaitu dengan menemukan parasit penyebabnya. Selain itu, pemeriksaan darah untuk mendeteksi antibodi terhadap parasit juga dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi leishmaniasis visceral pada orang-orang yang bergejala.

PENGOBATAN
Obat-obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi tergantung dari spesies penyebabnya dan juga lokasi geografis penyakit. Pengobatan untuk leishmaniasis kutaneus tergantung dari keparahan penyakit dan kemungkinan penyebaran ke membran mukosa. Obat yang mengandung antimon seringkali digunakan, terutama jika mungkin terjadi penyebaran ke membran mukosa. Operasi rekonstruktif dapat dilakukan jika terjadi perubahan bentuk hidung atau wajah.

PENCEGAHAN
Pencegahan dimulai dengan cara mengobati orang yang terinfeksi dan berusaha untuk mencegah gigitan lalat pasir. Orang-orang yang diobati lebih jarang mengalami infeksi ulang Leishmania spesies yang sama. Selain itu untuk mencegah kontak dengan vektor penyakit (lalat pasir), dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut: Gunakan penolak serangga (repellent) yang mengandung DEET (diethyltoluamide) pada kulit Gunakan insektisida (misalnya permethrin) pada kasa serangga, kelambu, dan pakaian
Gunakan pakaian lengan panjang, celana panjang, dan kaus kaki, untuk meminimalkan bagian kulit yang terpapar

REFERENSI
• P, Richard D. Leishmaniasis. Merck Manual Home Health Handbook. 2007.
• Centers for Disease Control and Prevention. Leishmaniasis. Atlanta. 2013
• www.medicastore.com.

A. Berkata Jujur
1. Definisi
Dalam konteks berkata jujur (truth telling}, ada suatu istilah yang disebut desepsi, berasal dari kata decieve yang berarti membuat orang percaya terhadap suatu hal yang tidak benar, meniru, atau membohongi. Desepsi meliputi berkata bohong, mengingkari, atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu informasi dibutuhkan.
Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena dalam tindakan ini, seorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Salah satu contoh tindakan desepsi adalah perawat memberikan obat plasebo dan tidak member! tahu klien tentang obat apa yang sebenarnya diberikan tersebut.
2. Menurut Etika
Tindakan desepsi ini secara etika tidak dibenarkan. Para ahli etika menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang jelas terhadap siapa yang diharapkan melalui tindakan tersebut. Konsep kejujuran merupakan prinsip etis yang mendasari berkata jujur. Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat prima facie (tidak mutlak) sehingga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Berbagai alasan yang dikemukakan dan mendukung posisi bahwa perawat harus berkata jujur, yaitu bahwa berkata jujur merupakan hal yang penting dalam hubungan sating percaya perawat-klien, klien mempunyai hak untuk mengetahui, berkata jujur merupakan kewajiban moral, menghilangkan cemas dan penderitaan, meningkatkan kerja sama klien maupun keluarga, dan memenuhi kebutuhan perawat.
Menurut Free, alasan yang mendukung tindakan desepsi, termasuk berkata bohong, mencakup bahwa klien tidak mungkin dapat menerima kenyataan. Klien menghendaki untuk tidak diberi tahu bila hal tersebut menyakitkan. Secara profesional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan hal yang merugikan klien dan desepsi mungkin mempunyai manfaat untuk meningkatkan kerja samalien (McCloskey, 1990).
3. Kasus
Seorang ibu berumur 30 tahun, warga Sragen melahirkan seorang anak dengan cacat fisik tidak mempunyai kedua tangan dan kedua kaki, sedangkan klien belum mengetahui kondisi anaknya, apakah yang harus di katakan perawat tersebut, harus berkata jujur atau berkata bohong?
4. Pendapat
Menurut pendapat saya, perawat tersebut harus berkata jujur karena apapun yang terjadi itu adalah anaknya dan merupakan anugrah dari Tuhan yang ahrus dijaga dan dirawat.

B. AIDS
1. Definisi
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay di Amerika Serikat pada tahun 1980 atau 1981. AIDS juga pada mulanya ditemukan di Afrika. Saat ini AIDS hampir ditemukan di setiap negara, termasuk Indonesia. Oleh karena pada awalnya ditemukan pada masyarakat gay (homoseksual) maka kemudian muncul anggapan yang tidak tepat bahwa AIDS merupakan gay disease. Menurut Forrester, pada kenyataannya AIDS juga mengenai biseksual, heteroseksual, kaum pengguna obat, dan prostitusi (McCloskey, 1990).
2. Menurut Etika
AIDS tidak saja menimbulkan dampak pada penatalaksanaan klinis, tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran masyarakat, serta masalah hukum dan etika. Oleh karena sifat virus penyebab AIDS, yaitu HIV, dapat menular pada orang lain maka muncul ketakutan masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS dan kadang-kadang penderita AIDS sering diperlakukan tidak adil dan didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di masya¬rakat yang belum paham AIDS, tetapi juga di masyarakat yang sudah tahu AIDS, juga di masyarakat yang paham AIDS.
Perawat yang bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS akan mengalami berbagai stres pribadi, termasuk takut tertular atau menularkan pada keluarga dan ledakan emosi bila merawat klien AIDS fase terminal yang berusia muda dengan gaya hidup yang bertentangan dengan gaya hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai tugas merawat klien terinfeksi virus HIV, membutuhkan klasifikasi nilai-nilai yang diyakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat (Phipps, Long, 1991).
Perawat sangat berperan dalam perawatan klien, sepanjang infeksi HIV masih ada dengan berbagai komplikasi sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan tentang tindakan atau terapi yang dapat dihentikan dan tetap menghargai martabat manusia; pada saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat diberikan kepada klien, seperti mengidentifikasi nilai-nilai, menggali makna hidup klien, memberikan rasa. nyaman, memberi dukungan manusiawi, dan membantu meninggal dunia dalam keadaan tenteram dan damai (Phipps, Long, 1991).
3. Kasus
Seorang pemuda berumur 25 tahun meningggal karena terserang penyakit HIV/ AIDS, semua keluarganya tidak berani memandikan di karnakan takut tertular penyakit tersebut, apa yang harus dilakukan seorang perawat kepada pasien tersebut.
4. Pendapat
Menurut pendapat saya,perawat haus tetap memandikan pasien tersebut , misalnya dengan menggunakan pelindung diri yang lengkap dan berhati hati dalam melakukan tindakan tersebut.

C. FERTILISASI IN VITRO, INSEMINASI ARTIFISIAL DAN PENGONTROLAN REPRODUKSI
1. Definisi
Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial, merupakan dua dari berbagai metode baru yang digunakan untuk mengontrol reproduksi. Menurut Olshanky, kedua metode ini memberikan harapan bagi pasangan infertil untuk mendapatkan keturunan (McCloskey,1990).
Fertilisasi in vitro merupakan metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat bypass pada tuba falopi wanita. Tindakan ini dilakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan beberapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil melalui prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakkan sel telur dalam tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau dari donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses pembelahan sel sampai menjadi embrio, kemudian embrio ini dipindahkan ke dalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Inseminasi artifisial merupakan prosedur untuk menimbulkan kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma seorang pria yang kemudian dimasukkan ke dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi. Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artifisial adalah dengan menggunakan ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat diharapkan pada waktu yang tepat. Sperma dicuci dengan cairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian dimasukkan ke dalam uterus wanita.
2. Hukum dan Menurut Etika
Berbagai masalah etika muncul berkaitan dengan teknologi tersebut Masalah ini tidak saja dimiliki oleh para pasangan infertil, tim kesehatan yang menangani, tetapi juga oleh masyarakat. Berbagai pertanyaan diajukan apa sebenarnya hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup manusia? Hakikat keluarga? Apakah pendonor sel telur atau sperms bisa dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaimana bila teknologi dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual?
Pendapat yang diajukan oleh para ahli cukup bervariasi. Pihak yang memberikan dukungan menyatakan bahwa teknologi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk memberikan harapan atau membantu pasangan infertil untuk mempunyai keturunan. Pihak yang menolak menyatakan bahwa tindakan ini tidak dibenarkan, terutama bila telur atau sperma berasal dari donor. Beberapa gerakan wanita menyata¬kan bahwa tindakan fertilisasi in vitro maupun inseminasi memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya wanita kalangan atas yang mendapatkan teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi. Dalam praktik ini sering pula hak para wanita untuk "memilih" dilanggar (Olshanky, 1990).
Kesimpulannya, teknologi ini memang merupakan masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai masyarakat dan wanita, tetapi cukup memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk mengantisipasinya diperlukan aturan atau undang-undang yang jelas. Perawat mempunyai peran penting, terutama memberikan konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan tindakan tersebut.
Penelitian keperawatan yang berkaitan dengan fertilisasi in vitro dan inseminasi artifisial menurut Olshansky (1990) meliputi aspek manusiawi penggunaan teknologi, respons manusia terhadap teknologi canggih, konsekuensi tidak menerima teknologi, pengalaman wanita yang berhasil hamil atas bantuan teknologi, dan asp terapeutik praktek Keperawatan pada orang yang memilih untuk menggunakan teknologi tersebut.
Menurut Wiradharma (1996: 121—122) mengatakan bahwa selama pra-embriobelum berada di dalam kandungan belum ada ketentuan hokum yang mengatur haknya. KUHP yang mengatur mengenai penguguran kandungan seperti pasal 346, 347, 348, dan 349 tidak menyebutkan keterangan bagi embrio yang masih diluar kandungan.
KUHP pasal 2 yang berbunyi: anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Jadi pra-embrio tidak sama dengan anak dalam kandungan.
KUHP pasal 499 mengatakan : menurut paham undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat berpindah atau dipindahkan.
KUHP 255 menyeutkan : anak yang dilahirkan tigaratus hari setelah perceraian adalah tidak sah. Pada penundaan pengembalian embrio ke dalam rahim ibu bisa timbul masalah hokum apabila ‘ayah’ embrio tersebut meninggal atau telah bercerai denan ‘ibu’nya. Pada embrio yan didonasikan kepada pasangan infertile lain,dari segi hokum perlu dipertanyakan apakah anak itu sah secara hukum
3. Kasus
Seorang suami istri datang ke rumah sakit untuk melakukan inseminasi, karena sudah 10 tahun belum punya anak, ternyata dokter mendiagnosis bahwa istri mengalami kemandulan.
4. Pendapat
Menurut pendapat saya, inseminasi tersebut bleh di lakukan karna tujuanya baik untuk mendapatkan keturunan.

D. ABORTUS
1. Definisi
Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika. Berbagai pendapat bermunculan, baik yang pro maupun yang kontra. Abortus secara umum dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan atau rekayasa. Pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, sedangkan pihak antiaborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah.
Dalam membahas abortus biasanya dilihat dari dua sudut pandang, yaitu moral dan hukum. Secara umum ada tiga pandangan yang dapat dipakai dalam member! tanggapan terhadap abortus yaitu pandangan konservatif, moderat dan liberal (Megan, 1991).
2. Hukum dan Etika
Di Indonesia, aborsi diatur dalam undang-undang sebagai berikut:
Hukum aborsi di Indonesia:
a. UU No. 1 Tahun 1946, tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):”dengan alasan apapun aborsi adalah tindakan melanggar hukum”, sampai saat ini masih diterapkan.
b. UU No.7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.
c. UU No. 23 Tahun 1992, tentang Kesehatan: dalam kondisi tertentu bisa dilakukan medis tertentu (aborsi)”, sampai saat ini masih diterapkan. (Hawari, 2006:59)

Selain itu, ada beberapa pandangan tentang aborsi, yaitu:
Pandangan konservatif. Menurut pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi apa pun abortus tidak boleh dilakukan, termasuk dengan alasan penyelamatan (misalnya, bila kehamilan dilanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia).
Pandangan moderat. Menurut pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu prima facia, kesalahan moral dan hambatan penentangan abortus dapat diabaikan dengan pertimbangan moral yang kuat. Contoh: Abortus dapat dilakukan selama tahap presentience (sebelum fetus mempunyai kemampuan merasakan). Contoh lain: Abortus dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil pemerkosaan atau kegagalan kontrasepsi.
Pandangan liberal. Pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara moral diperbolehkan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahwa fetus belum menjadi manusia. Fetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di dinding rahim wanita.
Menurut pandangan ini, secara genetik fetus dapat sebagai bakal manusia, tetapi secara moral fetus bukan manusia. Kesirnpulannya, apa pun alasan yang dikemukakan, abortus seri tindakan menimbulkan konflik nilai bagi perawat bila ia harus terlibat dalam tindakan abortus. Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris, ataupun Australia, dikenal tatanan hukum Conscien Clauses, yang memperbolehkan dokter, perawat, atau petugas rum, sakit untuk menolak membantu pelaksanaan abortus. Di Indonesia tindakan abortus dilarang sejak tahun 1918 sesuai dengan pasal 3' s/d 3349 KUHP, dinyatakan bahwa "Barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau mating kandungan, dapat dikenai penjara". Masalah abortus memar kompleks, namun perawat profesional tidak diperkenankan memaks kan nilai-nilai yang ia yakini kepada klien yang memiliki nilai berbeda termasuk pandangan terhadap abortus.
3. Kasus
Seorang ibu berumur 35 tahun datang kepada perawat dan minta bantuan untuk menggugurkan kandunganya yang sudah berumur 6 bulan . karena klien tau bahwa anak yang di kandungnya menglami cacat fisik untuk menghindari perderitaan anak tersebut.apakah yang harus di lakukan seorang perawat.
4. Pendapat
Menurut pendapat saya itu boleh saja, karena tujuanya untuk menghindari penderitaan anak tersebut.

E. EUTANASIA
1. Definisi
Eutanasia merupakan masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan utama di dunia barat. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (berarti mudah, bahagia, atau baik) dan thanatos (berarti meninggal dunia Jadi, bila dipadukan, berarti meninggal dunia dengan baik atau bahagia. Menurut Oxfort English Dictionary, euthanasia berarti tindakan untuk mempermudah mati dengan mudah dan tenang.
Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunte involunter, aktif dan pasif. Pada kasus eutanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada eutanasi. involunter, tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien dan sering kali melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan disengaja yang menyebabkan klien meninggal, misalnya dengan menginjeksi obat dosis letal.Eutanasia pasif dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup (misalnya antibiotika, nutrisi, cairan, respirator yang tidak diperlukan lagi oleh klien). Eutanasia pasif sering disebut sebagai eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI.
2. Hukum
Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359.
Pasal 338 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, duhukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP :
Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurang selama-lamanya satu tahun (Hanafiah,M. Jusuf dan Amir, Amri. 1999:108).
3. Kasus
Seorang nenek berumur 75 tahun menderita stoke sudah 16 tahun tidak sembuh-sembuh dan nenek tersebut meminta kepada perawat untuk mengakhiri hidupnya.
4. Pendapat
Menurut pendapat saya perawat tetap tidak boleh melakukan hal tersebut.perbuatan tersebut tetap melanggar etis keperawatan,dan perawat harus memberikan dukungan terapeutik guna untuk membangkitkan kembali semangat pasien.

F. PENGHENTIAN PEMBERIAN MAKANAN, CAIRAN, DAN PENGOBATAN
1. Definisi
Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia. Memenuhi kebutuhan makanan dan rninuman adalah tugas perawat. Selama perawatan sering kali perawat menghentikan pemberian makanan dan minuman, terutama. bila pemberian tersebut justru membahayakan klien (misalnya, pada pra- dan pascaoperasi).
2. Hukum
Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjadi ketidakjelasan antara memberi atau menghentikan makanan dan minuman, serta ketidakpastian tentang hal yang lebih menguntungkan klien. Ikatan Perawat Amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan penghentian dan pemberian makan kepada klien oleh perawat secara hukum diperbolehkan, dengan pertimbangan tindakan ini meng¬untungkan klien (Kozier, Erb, 1991).
3. Kasus
Mr.marno 34 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas sudah 15 hari tidak sadarkan diri , dan istrinya meminta kepada perawat untuk mencabut selang pengobatan cairan dan makanan , apa yang harus di lakuka perawat kepada pasien tersebut.
4. Pendapat
Perawat tidak boleh menuruti perintah istri pasien untuk menghentikan dan mencabut selang obat atau makanan tersebut ,sebaiknya perawat bemberi dorongan kepada istri pasien supaya tetap tabah dan selalu mendoakan suaminya semoga cepat smbuh.

G. TRANSPLANTASI ORGAN
1. Definisi
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh orang lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama, seperti pemindahan tangan, ginjal, dan jantung. Transplantasi merupakan pemindahan sebuah organ atau lebih dari seorang manusia pada saat dia hidup, atau setelah mati pada manusia lain.

2. Hukum
Pada saat ini, dunia kedokteran di Indonesia telah memasuki teknologi yang lebih tinggi. Transplantasi organ yang dahulu hanya dilakukan di rumah sakit luar negeri, untuk saat ini telah dapat dilakukan di Indonesia (misalnya. transplantasi kornea, ginjal, dan sumsum tulang).
Menurut Helsinki, tidak semua perawat terlibat dalam tindakan ini, namun dalam beberapa hal, perawat cukup berperan, seperti merawat dan meningkatkan kesehatan pemberi donor, membantu di kamar operasi, dan merawat klien setelah transplantasi (Megan, 1991).
Pelaksanaan transplantasi organ di Indonesia diatur dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1981, tentang bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.. Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan YME, asalkan penentuan saat mati dan penyelenggaraan jenazah terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan (Est Tansil, 1991).
Dari segi hukum transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya mensehatkan dan mensejahterakan manusia walaupun ini adalah suatu tindakan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan (Wulan, 2011:23).
Pasal 10: transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau keluarga terdekat setelah penderita meniggal dunia
Pasal 11:
1. Trasplantasi organ dan jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang sudah ditunjuk oleh mentri kesehatan.
2. Trasfusi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Dalam UU no. 23 tahun 1992 tentang ksehatan tercantum beberapa ketentuan mengenai transplantasi sebagai berikut :
Pasal 1 butir 5 “transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa mengingat organ atau jaringa tubuh termasuk darah merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa maka dilarang untuk dijadikan sebagai objek untuk mencari keuntungan atau komersial melalui jual beli. Oleh karena itu transplantasi hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusian.
Ketentuan pidana untuk transpalantasi di atur dalam pasal 80 ayat 3 UUK “barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam peaksanaa transplantasi organ tubuh atau jaringan atau transpusi darah sebagai mana dimaksut dalam pasal 33 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banayak 300 juta rupiah (Soeprato, 206 : 100-101).

Referensi :
Mimin, Suhaemin. 2003. Etika dalam Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Foto ilustrasi:

Secara umum kepemimpinan dapat didefinisikan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu.
Pemimpin memegang peranan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pemimpin harus mempertimbangkan keunikan/karakteristik dari stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf.

A. Komunikasi dan Hubungan Kerja
Komunikasi adalah berbagi pikiran, perasaan, dan ide-ide. bila dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama, beberapa jenis komunikasi terjadi, bahkan jika mereka bekerja tanpa bicara. bab ini memandang hubungan kerja dan keterampilan komunikasi dasar dari mendengarkan penuh perhatian melalui konfrontasi. fokusnya adalah pada peningkatan hubungan kerja melalui komunikasi yang efektif.
Menggunakan teknik komunikasi yang baik merupakan salah satu keunggulan dari kepemimpinan yang efektif dan manajemen. komunikasi mempengaruhi semua aspek dari pekerjaan kami, dari perawatan pasien untuk berunding bersama. efeknya pada pekerjaan kami adalah luas: komunikasi dapat digunakan untuk menyampaikan keramahan, untuk mengerahkan dominasi, atau untuk merusak status quo.
Komunikasi memegang peranan penting bagi kehidupan suatu perusahaan, baik perusahaan swasta maupun negeri. Komunikasi sangat penting untuk menjalin hubungan kerjasama antara manusia yang terlibat dalam suatu perusahaan dan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. Komunikasi akan memungkinkan setiap karyawan yang berada di perusahaan untuk saling membantu dan mengadakan interaksi. Kerjasama terbentuk karena adanya kesatuan persepsi tentang apa yang akan dicapai. Untuk itu diperlukan sekali adanya komunikasi yang baik antar anggota didalamnya, peran komunikasi dalam suatu organisasi dapat menciptakan hubungan kerja yang kondusif dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
1. Komunikasi Sebagai Alat Pertukaran
Komunikasi dapat diartikan sebagai pengirim pesan, penerima pesan, dan menginterpretasikan pesan verbal dan nonverbal (Kim, 1986; dalam Tappen, 1995). Komunikasi merupakan alat pertukaran informasi antara dua orang yang saling berinteraksi atau saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Ketika seseorang mengirimkan sebuah pesan kepada orang lain, respon seseorang dipengaruhi oleh pesan verbal dan nonverbal yang dikirimkan, serta dipengaruhi oleh nilai-nilai seseorang, kepercayaan, suasana hati, pengetahuan tentang situasi, dan lingkungan dimana interaksi tersebut terjadi.
a. Elemen-elemen Komunikasi
1) Sender (pemberi pesan), yaitu individu yang bertugas mengirimkan pesan.
2) Message (pesan), yaitu informasi yang diterima, bisa berupa kata, ide atau perasaan. Pesan akan efektif bila jelas dan terorganisir yang diekspresikan oleh si pengirim pesan
3) Media, yaitu metode yang digunakan dalam pesan yaitu kata, bisa dengan cara ditulis, diucapkan, diraba, dicium. Contoh: catatan atau surat adalah kata; bau badan atau cium parfum adalah penciuman (dicium), dan lain-lain.
4) Receiver (penerima pesan): seseorang yang menerima pesan. Bisa berbentuk pesan yang diterima maupun pesan yang sudah diinterpretasikan.
5. Feed Back (Umpan balik), yaitu penerima pesan memberikan informasi/pesan kembali kepada pengirim pesan dalam bentuk komunikasi yang efektif. Umpan balik merupakan proses yang kontinyu karena memberikan respons pesan dan mengirimkan pesan berupa stimulus yang baru kepada pengirim pesan.
6. Gangguan, gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi, akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.
b. Proses Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai komponen dasar sebagai berikut :


c. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral).
Keterampilan komunikasi verbal yang baik sangat penting bagi seorang pemimpin. Salah satu keterampilan komunikasi verbal yang terpenting adalah komunikasi asertif. Komunikasi asertif merupakan cara komunikasi yang memungkinkan seseorang untuk mengungkapkan diri mereka secara langsung, jujur dan tepat. Komunikasi asertif mengharuskan kesesuaian antara pesan verbal dan nonverbal. Agar proses pengarahan dalam manajemen dapat berhasil, maka seorang pemimpin harus mengasah keterampilan dalam komunikasi asertif.
d. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contohnya: nada suara dan penekanan pada kata-kata, gerak tubuh, gerakan tubuh dan posisi, kontak mata, ekspresi wajah, vokalisasi (seperti "Mmmm" atau "Uh huh"), lingkungan, waktu, dan penampilan.
1) Nada suara dan penekanan pada kata-kata tertentu dalam sebuah pernyataan sangat erat kaitannya dengan isi pesan,
2) Ekspresi wajah dapat menunjukkan emosi yang sedang dialami seseorang,
3) Kontak mata juga penting, terutama untuk menunjukkan minat saat berkomunikasi dengan orang lain,
4) Gerakan tubuh dan posisi dalam ruang juga mempunyai makna. Pada umumnya orang menilai, jika orang-orang yang duduk di kursi mereka dengan tangan terlipat di dada, maka mereka berada dalam posisi defensif atau melindungi diri dan mungkin kurang terbuka dalam partisipasi kelompok, daripada orang-orang yang bersandar ke depan dan dengan posisi lengan mereka yang terlihat lebih santai,
5) Ada berbagai vokalisasi bahasa non suara yang menyampaikan makna sendiri. Misalnya: tertawa, mendengus, peluit, dan lain-lain,
6) Gerak tubuh. Misalnya, menunjuk, mengangguk, mengetuk-ngetukkan jari, atau menggelengkan kepala,
7) Lingkungan, area tempat berlangsungnya komunikasi merupakan bagian penting dalam proses komunikasi. Komunikasi yang berlangsung di ruangan pimpinan umumnya dianggap lebih serius daripada yang berlangsung di cafetaria,
8) Waktu adalah cara lain nonverbal untuk menyampaikan pesan. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk topik tertentu. Misalnya, pidato cepat dapat menunjukkan antusiasme, kecemasan, atau keduanya. Bicara lambat, dapat menunjukkan kebosanan atau kelelahan,
9) Penampilan. Banyak hal yang dapat dikomunikasikan dari penampilan kita, mulai dari pakaian, gaya rambut, kosmetik, dan lain-lain.
2. Hubungan Kerja
Hubungan kerja berbeda halnya dengan hubungan pribadi atau terapeutik, hubungan kerja mempunyai tujuan utama yaitu untuk menyelesaikan tugas (Gabarro, 1990; dalam Tappen, 1995).
a. Pembentukan Hubungan Kerja
Pembentukan sebuah hubungan kerja yang baru, melalui beberapa tahapan penyesuaian sampai mereka mencapai keadaan yang relatif stabil. Tahapan ini antara lain: orientasi (orientation), eksplorasi (exploration), pengujian (testing), dan stabilisasi (stabilization) (Gabarro, 1990; dalam Tappen, 1995).
Tahapan pembentukan hubungan kerja di atas, dijelaskan pada tabel berikut:
Tahapan Deskripsi Tujuan Kegiatan
Orientasi
(Orientation) Tahapan ini dimulai ketika orang pertama kali mulai bekerja sama Untuk mendapatkan kesan pertama Saling bertukar informasi awal
Eksplorasi
(Exploration) Mengeksplorasi kesan pertama yang terjadi berikutnya Mengembangkan hubungan Mengeksplorasi tujuan lebih lanjut, motif, keahlian
Pengujian
(Testing) Proses pengujian terhadap hubungan yang baru Mendefinisikan hubungan Pengkajian, analisis, negosiasi
Stabilisasi
(Stabilization) Hubungan yang dinamis, selalu berkembang, atau semakin memburuk Melanjutkan hubungan kerja, sebagaimana yang telah dideskripsikan Perbaikan, pengisian ulang, penyegaran, pemeliharaan
b. Kualitas Hubungan kerja
1) Hubungan yang positif. Pada awalnya sebuah hubungan kerja bersifat formal dan impersonal. Interaksi didasarkan pada norma-norma yang berkaitan dengan peran masing-masing setiap orang. Percakapan terbatas pada topik yang aman. Setiap kritik atau perselisihan yang dapat menyebabkan konflik terbuka dengan hati-hati dihindari. Jika mereka berkembang ke arah yang positif, hubungan biasanya menjadi jauh lebih informal dan pribadi dari waktu ke waktu. Percakapan mengalir secara bebas dan ketidaksepakatan ditangani dengan terbuka.
Dalam kondisi yang optimal, orang yang bekerja bersama-sama dapat mengembangkan ikatan yang kuat satu sama lain. Mereka merasa lebih bebas untuk mengungkapkan perasaan dan berbagi informasi tentang diri mereka sendiri. Mereka juga mulai peduli satu sama lain dan akan lebih bersedia untuk saling membantu tanpa arahan dari manejer. Yang paling penting dari perspektif kepemimpinan adalah bahwa mereka bekerja sama dengan baik karena mereka menikmati bekerja sama (Mulholland, 1991; dalam Tappen, 1995).
2) Hubungan yang negatif. Hubungan negatif terjadi hanya pada orang-orang yang tetap pada tingkat formal impersonal, setelah gagal untuk menghasilkan setiap ikatan pribadi antara rekan kerja. Hubungan negatif ini akan berlanjut kepada hubungan kerja yang lebih merusak, saling menyalahkan yang membuat orang merasa tidak nyaman, saling mengancam, melindungi diri sendiri, bahkan tidak manusiawi (Conrad, 1990; dalam Tappen, 1995).
3. Keterampilan Dasar Komunikasi
Pada bagian ini mengulas teknik-teknik dasar untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif, yaitu: attending, responding, focusing, clarifying, personalizing, open-ended questions, providing information, support, dan confrontation.
a. Attending, yaitu memperhatikan semua aspek dari pesan yang disampaikan, seperti: nada, gerak tubuh, dan bahasa tubuh, serta kata-kata yang diucapkan. Dalam hal ini juga termasuk mendengarkan hati-hati dan mengamati perilaku nonverbal untuk memahami pesan yang lebih baik dan membiarkan orang lain tahu bahwa Anda sedang memperhatikannya,
b. Responding, yaitu menanggapi pesan yang diterima,
c. Focusing, yaitu memfokuskan kembali percakapan kepada tema yang semula,
d. Clarifying, yaitu mengklafirikasi persepsi untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa yang ada di pikiran orang lain dan untuk menyamakan persepsi, sehingga kita juga dapat memahami apa yang dikatakan orang lain,
e. Personalizing. Teknik ini memiliki dua tujuan. Yang pertama adalah untuk memfasilitasi peningkatan kesadaran diri dan eksplorasi dari banyak faktor yang terlibat dalam situasi apapun. Yang kedua adalah untuk memfasilitasi kemajuan menuju identifikasi yang jelas dari masalah dan kemudian ke pemecahan masalah.
f. Open-Ended Questions (pertanyaan terbuka), yaitu bahwa sebuah pertanyaan terbuka adalah pertanyaa yang tidak dapat dijawab dengan satu kata seperti "ya" atau "tidak". Sehingga mendorong insiatif orang lain untuk lebih banyak berpikir,
g. Providing Information (memberikan informasi), yaitu bahwa seorang pemimpin berperan dalam menyediakan informasi yang diperlukan oleh bawahannya, yang sesuai dengan keahlian mereka,
h. Support (mendukung), yaitu dukungan bukan hanya dapat memberikan sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah, akan tetapi dukungan juga cukup menjadi pendengar, dan dapat dipercaya juga merupakan cara yang efektif untuk memberikan dukungan.
i. Confrontation (konfrontasi), yaitu mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian, dengan cara memberikan tantangan atau berhadapan langsung dengan orang tersebut, mengarahkan seseorang untuk merefleksikan perilakunya, dan pada akhirnya terjadi perubahan terhadap perilakunya sendiri.

B. Mengatasi Konflik
Konflik adalah suatu kejadian yang tak terelakkan dalam lingkungan kerja. Klonflik diatasi atau diselesaikan dengan cara yang sangat bervariasi dari satu orang ke orang lain dan dari satu organisasi ke yang lain.
1. Konflik
a. Sumber Konflik
Konflik dapat timbul dari sejumlah sumber, termasuk mempertentangkan adanya perbedaaan; perselisihan atas alokasi sumber daya, atau ancaman yang dirasakan kepada individu atau kelompok atau organisasi itu sendiri. Perbedaan yang tidak kompatibel mungkin karena budaya, nilai-nilai, kepercayaan, bahasa, pendidikan, pengalaman, keterampilan, nilai-nilai profesional dan norma, pola perilaku, status, perselisihan, dan banyak lainnya.
b. Penanganan Konflik
Nicotera (1993; dalam Tappen, 1995) menunjukkan bahwa ada tiga dimensi bagaimana seseorang menangani konflik: 1) perhatian terhadap pandangan mereka sendiri, 2) perhatian terhadap pandangan pihak lain, dan valensi emosional dari situasi konflik tersebut (positif, netral, atau negatif)
c. Tindakan Pencegahan
Tindakan dapat diambil untuk mengurangi jumlah konflik yang dihadapi tim. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
1) Mendorong komunikasi terbuka dan mengembangkan keterampilan dalam konfrontasi dan negosiasi, mempersiapkan kelompok untuk menangani konflik secara konstruktif,
2) Mempertahankan sikap realistis optimis bahwa konflik dapat diselesaikan,
3) Setelah kelompok telah mampu menerima adanya konflik, perlu menganalisis untuk menentukan sumber dan siapa yang terlibat,
4) Langkah berikutnya adalah kesepakatan. Diskusi ini membantu untuk mengurangi kesenjangan antara sisi yang berlawanan dalam konflik dan juga berfungsi untuk membuat konflik muncul jauh lebih kecil dan lebih mudah dikelola, sehingga menghasilkan resolusi atau penyelesaian yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok.
2. Negosiasi dan Penyelesaian Konflik
Negosiasi diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang kompleks, terutama konflik. Negosiasi adalah memberi dan menerima antara individu atau kelompok di mana pihak yang terlibat mencoba untuk memberikan resolusi masalah mereka yang dapat diterima oleh semua pihak.
3. Perundingan Bersama
Perundingan bersama adalah bergabung bersama karyawan untuk tujuan meningkatkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi pipmpinan mereka dan memperbaiki kondisi kerja. Dalam bahasa hubungan kerja, pimpinan sering disebut sebagai pihak manajerial dan karyawan yang disebut sebagai tenaga kerja, atau para profesional.
4. Perundingan Bersama Berdasarkan Sudut Pandang Pegawai
Berdasarkan sudut pandang karyawan, perundingan bersama dimulai dengan pembentukan sebuah dewan pengorganisasian dan pengakuan dari pihak yang akan berunding, biasanya asosiasi profesional atau serikat nasional, oleh pimpinan, baik secara sukarela atau setelah pemilihan. Kemudian negosiasi kontrak dimulai antara perwakilan manajemen dan unit perundingan. Jika menemui jalan buntu, mediasi, pencarian fakta, arbitrase mengikat, atau penghentian pekerjaan dapat digunakan untuk membawa kesepakatan.
5. Perundingan Bersama Berdasarkan Sudut Pandang Manejer
Dari sudut pandang manajemen, ada beberapa tindakan yang dapat diambil untuk mencegah perserikatan. Ini termasuk survei reguler pendapat karyawan, kompensasi yang memadai dan manfaat, prosedur pengaduan yang efektif, kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan profesional memperlakukan seperti profesional. Tindakan yang lebih spesifik termasuk mengendalikan komunikasi dalam organisasi adalah serikat, kepemimpinan dan manajemen yang baik, serta melalui pengetahuan tentang kontrak adalah komponen yang paling penting dari strategi manajemen yang efektif untuk berurusan dengan serikat karyawan.

C. Kelompok Kerja
1. Kelompok Kecil
Kelompok adalah suatu system terbuka yang terdiri dari tiga orang atau lebih yang terikat secara bersama dalam suatu ikatan atau ketertarikan umum. Individu yang membangun kelompok adalah sebagai subsistem. Definisi yang lebih formal dari kelompok adalah : “Kelompok adalah sistem sosial yang membawa berbagai fungsi sambil berkumpul bersama (misalnya suatu organisasi)” (McGrath, 1990; dalam Tappen, 1995).
2. Tahapan Pengembangan Kelompok
a. Forming
Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum saling mengenal dan belum bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk merencanakan, mengumpulkan infomasi dan mendekatkan diri satu sama lain.
b. Storming
Pada tahap ini kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas yang mereka hadapi. Mereka membahas isu-isu semacam masalah apa yang harus merka selesaikan, bagaimana fungsi mereka masing-masing dan model kepemimpinan seperti apa yang dapat mereka terima. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasikan ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula beberapa kelompok yang mandek pada tahap ini. Tahap storming sangatlah penting untuk perkembangan suatu kelompok. Tahap ini bisa saja menyakitkan bagi anggota kelompok yang menghindari konflik. Anggota kelompok harus memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada pada setiap anggota kelompok.
c. Norming
Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan tanggung jawab telah jelas. Kelompok mulai menemukan haromoni seiring dengan kesepakatan yang mereka buat mengenai aturan-aturan dan nilai-nilai yang digunakan. Pada tahap ini, anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat kontribusi penting masing-masing anggota untuk kelmpok.
e. Performing
Kelompok pada tahap ini dapat berfungsi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling tergantung satu sama lainnya dan mereka saling respek dalam berkomunikasi. Supervisor dari kelompok ini bersifat partisipatif. Keputusan penting justru banyak diambil oleh kelompok.
f. Adjourning dan Transforming
Ini adalah tahap yang terakhir dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri. Kelompok bisa saja kembali pada tahap manapun ketika mereka mengalami perubahan (transforming). Misalnya jika ada review mengenai goal ataupun ada perubahan anggota kelompok.
3. Pola Interaksi dalam Kelompok
Sejumlah pola yang berbeda dapat ditemukan dalam interaksi kelompok. Beberapa di antaranya, seperti sebagai pemain peran oleh anggota kelompok, terutama pola perilaku individu. Lainnya seperti, pola komunikasi, agenda tersembunyi, disfungsional pola, dominan sinkroniser kesemuanya adalah pola kelompok secara keseluruhan.
a. Peran Kelompok
Peran kelompok digambarkan sebagai perilaku individual anggota kelompok dalam hal efeknya pada kelompok. Di dalam pengertian ini, berbagai peran dapat dibagi dalam dua kategori : peran fungsional dan nonfungsional. Perilaku yang berkontribusi terhadap penyelesaian tugas kelompok di sebut peran tugas, yang mendukung fungsi kelompok dan memenuhi kebutuhan sosial atau relasional anggota. (Fisher & Ellies, 1990) yang disebut peran pembentukan kelompok. kedua peran tugas dan pembentukan kelompok adalah peran fungsional untuk dimainkan dalam kelompok.
Berikut ini adalah peran tugas, peran pembentuk kelompok dan peran nonfungsional.
1) Peran Tugas Fungsional.
Peran berikut ini berkontribusi terhadap penyelesaian tugas kelompok:
a) Iniciator/contributor. Membuat saran, mengusulkan ide-ide baru kepad kelompok. Saran yang dapat menjadi pemecah masalah, salah satu pendekatan masalah atau merupakan cara baru untuk kelompok untuk melanjutkan pekerjaannya.
b) Information giver. Menawarkan informasi terkait dari pengetahuan pribadi atau pengalaman yang dapat membantu kelompok dalam langkah-langkahnya.
c) Information seeker. Meminta informasi atau klarifikasi fakta atau saran terkait.
d) Opinion giver. Menawarkan pendapat, penilaian, atau perasaan dari anggota kelompok. Dapat mengomentari kesesuaian dalam hal nilai-nilai tertentu.
e) Opinion seeker. Meminta pendapat, penilaian, atau perasaan anggota kelompok lainnya, mencari klarifikasi nilai.
f) Disagreer. Menunjukkan kesalahan dalam informasi yang diberikan atau mengambil sudut pandang yang berbeda.
g) Coordinator. Menunjukkan hubungan antara saran yang berbeda atau pernyataan yang telah dibuat.
h) Elaborator. Memperluas saran atau ide-ide yang dibuat dan memberi contoh atau alasan (rasional)
i) Energizer . Merangsang kelompok, mendorong aktivitas dan pergerakan menuju tujuan kelompok.
j) Summarizer. Menarik bersama-sama semua ide atau saran dari kelompok, secara singkat menguraikan apa yang telah dicapai kelompok.
k) Procedural technician. Melakukan tugas mekanik yang diperlukan seperti menyiapkan kursi, menjalankan kamera video, membagikan kertas, atau melayani minuman.
l) Recorder. Menuliskan ide-ide, saran, atau keputusan yang dibuat oleh kelompok; mungkin juga diagram interaksi kelompok
2) Peran Fungsional Pembentuk Kelompok
a) Encourager. Berespon terhadap orang lain secara hangat, mmenerima dan kadang-kadang memuji kontribusi orang lain.
b) Standard setter. Menyatakan standar atau pedoman kelompok untuk digunakan pengambilan keputusan.
c) Gatekeeper. Mendapatkan kontribusi dari anggota kelompok.
d) Consensus taker. Menguji pendapat kelompok dan keputusan dengan menyatakan mereka dan menanyakan apakah anggota setuju atau tidak.
e) Diagnoser. Menentukan dan menunjukkan blok untuk kemajuan kelompok.
f) Expresser. Menggambarkan perasaan, reaksi, dan tanggapan dari diri dan orang lain, mengungkapkan perasaan kelompok.
g) Tension reliever. Menyediakan outlet untuk ketegangan dalam kelompok dengan menggunakan humor, konsiliasi, dan mediasi.
h) Follower. Menerima keputusan kelompok, berjalan bersama dengan kelompok tanpa memulai atau mengambil peran aktif lainnya.

3) Peran Non Fungsional
a) Aggressor. Menciptakan permusuhan, tanda-tanda penyerangan, mengkritik orang lain melebihi asertif.
b) Recognition seeker. Melakukan sesuatu untuk mencari perhatian terhadap diri sendiri, menggunakan kelompok sebagai penonton pribadi.
c) Monopolizer. Berbicara terlalu sering dan terlalu lama sehingga orang lain tidak punya kesempatan untuk bicara.
d) Dominator/usurper. Mencoba mengambil alih kepemimpinan terhadap kelompok, ingin memiliki cara sendiri, dan mengatakan kepada kelompok apa yang ingin dilakukan.
e) Blocker. Menghalangi kemajuan kelompok dengan membuat kontribusi yang merusak, menjadi negatif, dan menolak melampaui kewajaran.
f) Playboy. Membuat komentar tidak sesuai dan bodoh, berbisik, bermain-main dan melaksanakan tugas dengan tidak serius.
g) Zipper-mouth. Tidak berpartisipasi bahkan secara nonverbal. Menunjukkan penerimaan terhadap kelompok, (sebagai pengikut), merajuk.
b. Pola Komunikasi dalam Kelompok
Meskipun terdapat berbagai karakteristik unik tentang pola komunikasi dalam masing-masing kelompok, secara keseluruhan pola komunikasi verbal biasanya dapat dibandingkan dengan salah satu dari lima pola yang umum ditemukan dalam kelompok.
1) Komunikasi Satu Arah (One-Way)
Komunikasi verbal bergerak hanya dalam satu arah dalam pola ini: dari pembicara kepada kelompok. kuliah formal adalah contoh yang paling terkenal dari pola ini.
Pola ini dapat dibandingkan dengan penampilan hidup dalam arti bahwa pembicara berkinerja dan sisanya dari kelompok bertindak sebagai penonton.Pola satu arah adalah bentuk yang sangat terorganisir dari komunikasi yang dikendalikan oleh pemimpin atau pembicara. Meskipun pemimpin tampaknya memiliki kontrol total dalam jenis kelompok ini, penting untuk dicatat bahwa kelompok telah mengikuti kontrol ini.
Bentuk ekstrim dari komunikasi satu arah memungkinkan tidak ada umpan balik verbal dari kelompok, tapi respon nonverbal dari kelompok dapat memiliki kekuatan mengejutkan. Ejekan, desis, tawa, dan bertepuk tangan dari penonton semua menceritakan seberapa baik yang dia lakukan. Senyum lebih halus dan anggukan setuju dari kelompok yang mendengarkan memberi penguatan yang positif bagi pembicara, sedangkan mengerutkan kening, menguap, atau gelisah dapat mencegah pembicara. Meskipun sifat yang sangat terkendali dari pola komunikasi, prinsip bahwa anda tidak bisa tidak berkomunikasi masih berlaku.
Dalam bentuk yang kurang ekstrim, pembicara mengakui orang-orang dalam kelompok dan memungkinkan mereka mengajukan pertanyaan atau membuat komentar. Pembicara merespon, namun memegang kendali partisipasi. ini memungkinkan untuk beberapa klarifikasi dan perselisihan, bentuk yang tidak ekstrim.
Pola satu arah yang tepat untuk kinerja atau untuk cepat mengirimkan informasi ke kelompok dan memungkinkan interaksi kelompok sedikit atau tidak ada. Hal itu adalah cara yang efisien untuk menyampaikan informasi kepada sejumlah besar orang dalam waktu singkat, tetapi belum tentu cara terbaik untuk memfasilitasi komunikasi atau pembelajaran. Belum sesuai untuk pemecahan masalah kelompok, pengambilan keputusan, berbagi perasaan, konfrontasi, evaluasi, dan proses lain di mana orang perlu merenungkan dan merespon setiap masukan lain. Kelompok tidak dapat matang bila pola satu arah dilanjutkan
2) Kaku (Stilted)
Komunikasi verbal mengalir di kedua arah dalam pola kaku, tapi polanya masih agak formal. Jenis yang paling umum adalah satu di mana setiap anggota mengambil giliran untuk berbicara, biasanya terjadi di sekitar lingkaran atau baris atas dan ke bawah. Dalam versi yang paling kaku, semua komunikasi diarahkan pada pemimpin. dalam versi yang kurang formal, komunikasi juga dapat ditujukan kepada kelompok secara keseluruhan.
Meskipun kurang pengendali dari pola satu arah, pola terhenti masih membebankan banyak struktur pada interaksi kelompok. Diskusi tidak mungkin hidup selama pola kaku berlanjut.
Pola kaku sangat umum dalam kelompok baru dan dapat membantu secara sementara untuk menegakkan ketertiban atau untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk berbicara. Desakan untuk melanjutkan pola ini akan menghambat perkembangan kelompok tersebut. Itu juga digunakan untuk pengenalan dan untuk "show-and-tell" jenis persentation, acara dengan orang dewasa. Penggunaannya memungkinkan karena gaya otoriter pemimpin atau karena anggota kelompok belum nyaman dengan satu sama lain. Anggota hanya dapat diminta untuk berbicara kepada seluruh kelompok untuk membuat pola menjadi kurang kaku, tetapi biasanya memakan waktu lebih bagi anggota untuk cukup bersantai untuk pindah dari pola ini menjadi pola komunikasi yang lebih terbuka.
3) Terbatas (Limited)
Dalam pola komunikasi yang terbatas, beberapa anggota kelompok berkomunikasi dengan pemimpin dan dengan satu sama lain, tetapi yang lain tidak. ketika interaksi yang animasi, hal itu mungkin tampak kepada pengamat umum bahwa kelompok tersebut memiliki pola komunikasi yang terbuka, namun observasi yang cermat atau dengan merekam interaksi dapat mengungkapkan bahwa komunikasi tersebut terbatas pada beberapa anggota kelompok dan anggota lainnya tidak mengambil bagian.
Pola yang terbatas dapat menjadi hasil dari peningkatan dominasi subkelompok. Hal itu juga dimungkin karena pemimpin dan ketidakmampuan kelompok untuk mencegah beberapa anggota untuk memonopoli diskusi.
Para anggota yang diam dalam grup juga harus diperhatikan. Kebisuan mereka menunjukkan ketidaksetujuan dari tindakan kelompok atau perasaan tidak nyaman. Mereka mungkin hanya perlu beberapa dorongan untuk berpartisipasi lebih aktif. Atau mereka mungkin zipper-mulut dimana perasaan negatif tentang kelompok perlu ditangani oleh kelompok. Intervensi pemimpin harus diarahkan untuk mendiagnosa alasan untuk pola dan mempromosikan kemajuan kelompok menuju kedewasaan.
4) Terbuka (Open)
Pola terbuka ditandai dengan pertukaran bebas dan mudah antara semua anggota kelompok, termasuk pemimpin. Setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk berbicara, untuk didengar, dan untuk menerima beberapa jenis respon. Gaya kepemimpinan biasanya demokratis, tapi bisa Laissez-Faire. Biasanya ditemukan dalam kelompok yang lebih dewasa.
Pola komunikasi yang terbuka secara fleksibel lebih terorganisir namun dapat diprediksi dalam arti bahwa para anggota tahu apa yang mereka dapat satu sama lain. Hal ini mendasari kemungkinan akan sulit bagi pengamat untuk mendeteksi ke dalam pola yang sangat terbuka.
Komunikasi terbuka tepat dan paling sesuai untuk interaksi kelompok. Namun, itu bukan pola yang paling efisien untuk menyelesaikan tugas yang sederhana atau cara tercepat untuk membuat keputusan.
5) Kacau Balau (Chaotic)
Pola kacau melampaui pertukaran bebas dan mudah dari pola terbuka untuk teratur, tak terduga, dan tak terkendali. Percakapan di luar antara dua anggota adalah umum. Anggota kelompok mengganggu satu sama lain, mengabaikan satu sama lain, atau berbicara pada saat yang sama, kadang-kadang berteriak untuk didengarkan. Kelompok dapat sesantai orang di sebuah pesta atau mungkin tegang, dengan terang-terangan berperang faksi. kepemimpinan biasanya Laissez-Faire dan hampir benar-benar kurang dalam kontrol.
Pola terbuka mungkin tampak mendekati kekacauan, tapi pengamatan lebih dekat mengungkapkan prediktabilitas dan organisasi yang tidak memiliki pola kacau, agak seperti perbedaan antara tiga cincin sirkus dan massa kerusuhan.
Pola kacau tidak tepat untuk setiap kelompok yang memiliki tugas untuk diselesaikan. Apapun yang dilakukan oleh kelompok dengan pola komunikasi kacau dapat terjadi kecelakaan. Intervensi pemimpin harus ditujukan untuk membawa ketertiban ke dalam pola komunikasi dan kemudian meningkatkan kematangan kelompok.

4. Karakteristik Kelompok Matur dan Immatur
Matur Immature
- Batasan yang jelas

- Tujuan yang tegas
- Tujuan umum bersama

- Identitas kuat sebagai keseluruhan

- Tenang, informal
- Terbuka, komunikasi dua arah
- Menerima
- Menerima perbedaan

- Fleksibel, norma yang dapat diramalkan
- Terpadu
- Pengakuan dan respon terhadap input dan kebutuhan anggota

- Umpan balik yang konstruktif - Batasan yang tidak jelas dan berubah-ubah
- Tujuan yang samar-samar
- Tujuan yang berlawanan atau tidak ada tujuan
- Identitas yang tidak pasti karena kehilangan anggota
- Kaku, formal, atau kacau balau
- Komunikasi tertutup, tersembunyi
- Penolakan, perbedaan, bermusuhan
- Penindasan, kekacauan karena perbedaan
- Norma yang kaku dan tidak konsisten
- Koneksi sedikit antara anggota
- Mengabaikan perhatian pada hubungan, fokus pada tugas
- Sering gagal untuk mengakui atau berespon terhadap anggota
- Umpan balik minimal atau destruktif atau keduanya

D. Pertemuan dan Konferensi
1. Pertemuan untuk Membahas Masalah (Problem Discussion Meetings)
Pertemuan untuk membahas masalah diperlukan sebelum pemecahan masalah dapat dicapai. Anggota kelompok yang berbeda dapat memiliki persepsi yang sangat berbeda dari masalah. Ketika hal ini terjadi, pembahasan masalah adalah cara yang efektif untuk menghadapi masalah dan memperjelas hal itu, sehingga dapat diselesaikan.
a. Persiapan (Preparation)
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam mempersiapkan untuk memimpin rapat yaitu: tujuan, presentasi, tanggal, tempat, dan waktu, publikasi pertemuan, menyediakan cakupan staf, penyegaran, mengurangi ancaman yang memungkinan orang yang diundang untuk hadir tersebut diwakili oleh orang lain.
b. Implementasi (Implementation)
1) Pembukaan Rapat. Pemimpin membuka pertemuan dengan menyambut orang-orang sebagai sebuah kelompok dan secara singkat menyatakan tujuan dari pertemuan tersebut
2) Memimpin Rapat. Salah satu tanggung jawab utama pemimpin selama pertemuan berlangsung adalah untuk mendorong komunikasi terbuka. Pemimpin perlu menetapkan aturan dasar dan membuat pernyataan di awal pertemuan bahwa semua anggota kelompok harus mengakui dan menghormati sifat pribadi dan subjektif dalam menyatakan pendapatnya, sehingga akan membantu membangun iklim “saling menerima” dalam kelompok.
3) Meringkas. Pada akhir diskusi, pemimpin merangkum sudut pandang yang ditawarkan dan mengidentifikasi setiap hasil yang telah dicapai oleh kelompok.
c. Membuat Naskah (Script)
Naskah tersebut menyajikan pembahasan yang berlangsung pada sebuah konferensi yang sebenarnya.

d. Menganalisis Naskah (Analysisi Script)
Menganalisis Naskah. Sebagian besar, yang termasuk di sini adalah: pengaturan tempat duduk, pola komunikasi, peran yang dimainkan oleh masing-masing anggota kelompok, kematangan kelompok, jalannya diskusi, proses pengambilan keputusan dan hasil dari konferensi, dan gaya pemimpin dan efektivitasnya.
2. Konferensi Penyelesaian Masalah (Problem-Solving Converences)
Konferensi pemecahan masalah adalah rapat yang diadakan untuk tujuan mencari solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi oleh orang-orang di tempat kerja. Konferensi pemecahan masalah dirancang untuk membawa bersama-sama pengetahuan dan ketrampilan semua anggota tim untuk memberikan layanan kesehatan berkualitas tinggi. Konferensi yang berpusat pada pasien atau klien, dan berpusat pada keluarga merupakan jenis konferensi pemecahan masalah yang berkaitan dengan cara yang lebih baik untuk memberikan perawatan.
a. Persiapan (Preparation)
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam mempersiapkan untuk memimpin rapat yaitu: tujuan, rencana presentasi, dan mengurangi ancaman,
b. Pelaksanaan (Implementation)
Pelaksanaan konferensi pemecahan masalah dimulai dengan pidato pembukaan, deskripsi situasi, dan mengungkapkan masalah. Pemimpin memandu diskusi, merangkum hasil dari pertemuan tersebut, dan memastikan bahwa keputusan ditindaklanjuti setelah pertemuan.
c. Analisis (Analysis)
Partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok ini dicari dalam konferensi pemecahan masalah karena setiap peserta akan diharapkan untuk melaksanakan keputusan yang dibuat oleh kelompok. Hasil dari konferensi ini tidak hanya menjadi kesepakatan dari kelompok saja, akan tetapi secara efektif harus menyelesaikan masalah yang sebenarnya yang terjadi dalam kelompok tersebut.

3. Konferensi Informasi (Information Conferences)
Sebuah konferensi informasi pada dasarnya merupakan proses pembelajaran yang singkat, yang dapat diimplementasikan pada tim atau pada masing-masing unit. Meskipun singkat, desain masih perlu didasarkan pada pemahaman tentang proses pembelajaran dan kebutuhan para pelajar dewasa.
Konferensi informasi dapat mencakup hampir semua subjek, seperti: ceramah dan demonstrasi pada aspek asuhan keperawatan, laporan tentang pelayanan keperawatan terbaru, sebuah kelas untuk pasien mempersiapkan pulang, mini-lokakarya tentang strategi promosi kesehatan bagi masyarakat. Tujuannya lebih informasional, atau untuk mendorong pemikiran reflektif dan meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan informasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Candra Yoga. (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Ed. 2, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Gillies, Dee Ann. (1994). Manajemen Keperawan : Suatu Pendekatan Sistem. Edisi ke dua. Alih bahasa Drs. Dika Sukmana dan Rika Widya Sukmana SP. W.B. Saunders
Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori dan Aplikasi. (edisi 4). Jakarta : EGC.

Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2009). Leadership Roles and Management Function in Nursing. 6th ed. Wolters Kluwer Healt.

Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. (2009). Fundamental Keperawatan. Ed. 7 . Buku 1. Alih Bahasa dr. Adrina Ferderika Nggie. Jakarta : Salemba Medika

Swansburg,R. (1996). Management and Leadership for Nurses Managers. Second Eddition.

Sitorus, Ratna & Panjaitan, Rumondang. (2001).Manajemen Keperawatan:Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Cv Sagung Seto

Tappen, R.M. (1995). Nursing leadership and management: concept and practice. 3rd edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.

PARADIGMA KEPERAWATAN

Rabu, 25 September 2013 0 komentar

I. Pendahuluan.
Keperawatan merupakan ilmu terapan yang menggunakan keterampilan intelektual, keterampilan teknikal dan keterampilan interpersonal serta menggunakan proses keperawatan dalam membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan optimal.
Kiat keperawatan (nursing arts) lebih difokuskan pada kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan sentuhan seni dalam arti menggunakan kiat – kiat tertentu dalam upaya memberikan kenyaman dan kepuasan pada klien.
Dalam dunia keperawatan, masyarakat secara umum masih memandang profesi keperawatan sebagai profesi asistensi dokter atau perkerja sosial yang sifatnya membantu orang sakit atas instruksi – instruksi dokter bahkan dikalangan praktisi perawat pun kadang – kadang masih memiliki pandangan yang tidak utuh terhadap profesinya sendiri, hal ini dapat dilihat di beberapa pelayanan kesehatan, pelayanan keperawatan masih bersifat vocasional belum sepenuhnya beralih ke pelayanan yang profesional.
Untuk itulah paradigma dalam keperawatan sangat membantu masyarakat secara umum maupun perawat khususnya dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang melingkupi profesi keperawatan seperti aspek pendidikan dan pelayanan keperawatan, praktik keperawatan dan organisasi profesi.

II. Pengertian
Paradigma adalah suatu cara dalam mempersepsikan atau memandang sesuatu. Paradigma menjelaskan sesuatu dalam memahami suatu tingkah laku. Paradigma memberikan dasar dalam melihat, memandang, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan. (Adam Smith, 1975, cit Gaffar, 1997)
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan yang profesional, yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, dengan bentuk pelayanan mencakup biopsikososio-spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit dalam siklus kehidupan manusia. (Lokakarya Keperawatan Nasional (1983).
Paradigma keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat, memikirkan, memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan terhadap fenomena yang ada dalam keperawatan, (La Ode Jumadi, 1999 : 38).
Paradigma keperawatan adalah interaksi antara manusia yang menerima perawatan, lingkungan tempat menusia berada, kesehatan yang selalu menjadi bagian dari bidang garapan keperawatan serta tindakan keperawatan (Kozier, 2000)
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa paradigma keperawatan adalah sebagai suatu cara pandang yang harus dimiliki oleh perawat dalam memandang permasalahan yang ada dalam kehidupan manusia baik dalam rentang sehat mapun sakit.
Dengan demikian, paradigma keperawatan memberi arah kepada
perawat dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang melingkupi profesi keperawatan seperti aspek pendidikan dan pelayanan keperawatan serta kehidupan profesi.
Keperawatan berpandangan bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan titik sentral upaya pembangunan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bertolak dari pandangan ini disusun paradigma keperawatan yang terdiri atas empat konsep dasar, yaitu: manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan (Kusnanto, 2004).


III. Paradigma keperawatan berdasarkan 5 (lima) pakar keperawatan.
a. Paradigma Keperawatan menurut Dorothea Orem
` Manusia :
Orem memandang manusia secara total dan bersifat universal, dimana mereka membutuhkan perkembangan dan kemampuan perawatan diri sendiri secara berkelanjutan. Orem juga memandang manusia sebagai suatu kesatuan yang berfungsi secara biologis simbolik dan sosial serta berinisiasi dan melakukan kegiatan asuhan/perawatan mandiri untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Kegiatan asuhan keperawatan mandiri terkait dengan kebutuhan manusia seperti udara, air, makanan, eliminasi, kegiatan dan istirahat, interaksi social, pencegahan terhadap bahaya kehidupan dan kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia

Lingkungan :
Lingkungan sekitar individu yang membentuk sistem terintegrasi dan interaktif. Lingkungan meliputi elemen lingkungan, kondisi lingkungan serta perkembangan lingkungan.

Keperawatan :
Menurut Orem, keperawatan adalah suatu seni, pelayanan/bantuan dan teknologi. Tujuan dari keperawatan adalah membuat pasien dan keluarganya mampu melakukan perawatan sendiri, diantaranya mempertahankan kesehatan, mencapai kondisi normal ketika terjadi kecelakaan atau bahaya, serta mengontrol, menstabilisasi dan meminimalisasi efek dari penyakit/kondisi yang kronis atau kondisi ketidakmampuan. Keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan suatu fungsi yang dilakukan perawat karena memiliki kecerdasan, serta tindakan yang memungkinkan pemulihan kondisi secara manusiawi pada manusia dan lingkungannya.

Kesehatan :
Sehat adalah suatu kondisi ketika keseluruhan struktur dan fungsi saling terintegrasi dengan baik. Suatu keadaan yang dicirikan oleh keutuhan struktur manusia yang berkembang dan berfungsi secara fisik dan jiwa yang meliputi aspek fisik, psikologik, interpersonal dan sosial. Kesejahteraan digunakan untuk menjelaskan tentang kondisi persepsi individu terhadap keberadaannya. Kesejahteraan merupakan suatu kedaan dicirikan oleh pengalaman yang menyenangkan dan berbagai bentuk kebahagiaan lain, pengalaman spiritual, gerakan untuk memenuhi ideal diri seseorang dan melalui personalisasi berkesinambungan. Kesejahteraan berhubungan dengan kesehatan, keberhasilan dalam usaha dan sumber yang memadai.

b. Paradigma Keperawatan menurut Betty Neuman
Manusia :
Merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari keseimbangan dari harmoni dan merupakan satu kesatuan dari fisiologis, psikolois, sosiokultural, perkembangan dan spiritual. Fokus model Neuman ini didasarkan pada philosophy bahwa manusia dipandang secara total sebagai suatu sistem yang multidimensional. 5 variabel subsistem manusia adalah :
• Fisiologi : merupakan struktur fisik dan biokimia serta fungsi tubuh manuasia
• Psikologis : adalah proses mental dan emosional manusia
• Sosio kultural : hubungan antara manusia, culture yang mendasari dan mempengaruhi aktivitas manusia
• Spiritual : kepercayaan
• Perkembangan : segala sesuatu proses yang berhubungan dengan perkembangan manusia sepanjang siklus kehidupannya

Lingkungan :
Betty Neuman berpendapat bahwa lingkungan harus dilihat secara total. Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia, baik lingkungan internal maupun eksternal, dimana di dalamnya manusia akan berinteraksi setiap saat. Interaksi manusia meliputi intrapersonal, interpersonal dan ekstrapersonal yang dapat mempengaruhi stabilitasnya sebagai suatu sistem.
Neuman mengidentifikasi 3 jenis lingkungan :
• Lingkungan internal : adalah yang terdapat di dalam diri masing-masnig individu
• Lingkungan eksternal : segala sesuatu yang berada di lluar diri individu
• Created environment (lingkungan yang diciptakan ) diartikan sebagai lingkungan yang terbentuk dan berkembang tanpa disadari oleh klien dan merupak simbol sistem secara keseluruhan

Kesehatan :
Neuman mendefinisikan kesehatan adalah kondisi di mana semua bagian dan subpart (variabel) selaras dengan seluruh klien. Neuman melihat bahwa kesehatan merupakan suatu kondisi dimana terdapat keserasian pada seluruh maupun sebagian variabel dalam diri klien. Menurutnya, sistem klien akan bergeser ke arah sakit dan kematian ketika banyak energi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, sedangkan sistem akan begeser ke arah kesehatan apabila energi yang dibutuhkan terpenuhi (Neuman, 1995).

Keperawatan :
Neuman memandang keperawatan sebagai suatu profesi yang unik yang konsentrasi/perhatiannya adalah terhadap semua variabel dalam diri klien disertai respon individu saat menghadapi suatu stressor.
Keperawatan didefenisikan sebagai suatu tindakan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (tercapainya stabilitas sistem individu untuk menurunkan stressor melalui serangkaian tindakan keperawatan).
Neuman envisions a 3-stage nursing process: Neuman membayangkan sebuah 3-tahap proses keperawatan:
• Nursing Diagnosis - based of necessity in a thorough assessment, and with consideration given to five variables in three stressor areas. Diagnosis Keperawatan, berdasarkan kebutuhan dalam penilaian menyeluruh, dan dengan pertimbangan yang diberikan kepada lima variabel penekan dalam tiga wilayah.
• Nursing Goals - these must be negotiated with the patient, and take account of patient's and nurse's perceptions of variance from wellness. Tujuan Keperawatan, ini harus dirundingkan dengan pasien, dan memperhatikan pasien dan persepsi perawat varians dari penyakit.
• Nursing Outcomes - considered in relation to five variables, and achieved through primary, secondary and tertiary interventions. Hasil Keperawatan, mempertimbangkan hubungannya dengan lima variabel, dan dicapainya tujuan keperawatan melalui primer, sekunder dan tersier intervensi


c. Paradigma Keperawatan menurut Dorothy E Johnson
Manusia :
Johnson berpendapat bahwa manusia memiliki dua sistem mayor yaitu sistem biologis dan sistem behavior. Pengobatan merupakan fokus untuk biologis sistem, sedangkan fokus keperawatan adalah behavioral system (sistem perilaku).
Johnson memandang manusia sebagai system perilaku dengan pola, pengulangan dan cara bersikap dengan maksud tertentu yang menghubungkan dirinya dengan lingkungannya. Pola-pola respon spesifik manusia membentuk keseluruhan yang terorganisasi dan terintegrasi. Person adalah system dari bagian-bagian interpedent yang membutuhkan beberapa aturan dan pengaturan untuk menjaga keseimbangan.
Johnson lebih jauh menganggap bahwa behavioral system adalah penting untuk manusia dan apabila ada tekanan yang kuat atau ketahanan yang rendah mengganggu keseimbangan sistemt perilaku , integritas manusia terancam. Usaha-usaha mausia untuk menbangun kembali keseimbangan membutuhkan pengeluaran energi yang luar biasa, yang menyisakan sedikit energi untuk membantu proses-proses biologis dan penyembuhan.

Lingkungan :
Lingkungan berhubungan dengan dimana individu berada, dimana perilaku individu dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi dilingkungannya. Dalam teori Johnson , lingkungan terdiri dari seluruh factor yang bukan bagian system perilaku individu tetapi hal itu mempengaruhi system, dan dapat dimanipulasi oleh perawat untuk mencapai kesehatan yang menjadi tujuan pasien. System perilaku berusaha menjaga equilibrium dalam respon terhadap faktor lilngkungan dengan mengatur dan adaptasi terhadap kekuatan yang menyertainya. Gaya lingkungan yang kuat secara berlebihan mengganggu keseimbangan system perilaku dan mengancam stabilitas seseorang jumlah energi yang tidak tentu dibutuhkan supaya system membangun kembalieqilibrium dalam menghadapi tekanan-tekanan berikutnya. Ketika lingkungan stabil, individu dapat melanjutkan dengan perilaku-perilaku yang baik.


Kesehatan :
Merupakan suatu keadaan dimana tercapai suatu respon yang adaptif secara fisik, mental, emosional dan sosial dari internal dan eksternal stimulus yang mencapai stabilitas dan kenyamanan. Johnson memandang kesehatan sebagai suatu kondisi yang sulit dipahami(elusive) dan dinamis, yang dipengaruhi oleh factor-faktor biologis, psikologis dan social. Kesehatan menjadi suatu nilai yang diinginkan oleh para pekerja kesehatan dan memfokuskan pada person bukanya penyakit.
Kesehatan direfleksikan oleh organisasi, interaksi, saling ketergantungan subsistem –subsistem dari system perilaku. Manusia berusaha mencapai keseimbangan dalam system ini yang akan mengarah ke perilaku fungsional. Keseimbangan yang kurang baik dalam persyaratan structural atau fungsional cenderung mengarah ke memburuknya kesehatan. Ketika system membutuhkan sejumlah energi minimum untuk pemeliharaan , suplai energi yang lebih besar yang tersedia mempengaruhi proses biologi dan penyembuhan.

Keperawatan :
Tujuan primer keperawatan adalah mempercepat tercapainya keadaan equilibrium dan perawat harus berkosentrasi pada semua kebutuhan klien secara terintegrasi, namun fokus utamanya adalah mempertahankan keseimbangan sistem perilaku ketika dalam keadaan sakit.

d. Paradigma Keperawatan menurut Sister Calista Roy
Manusia :
Manusia sebagai penerima pelayanan asuhan keperawatan mencakup individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Roy mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu sistem adaptif. Manusia dipandang sebagai makhlik bio-psiko-spiritual yang selalu berinteraksi dengan perubahan lingkungan, serta berinteraksi dengan menggunakan inisiasi bawaan dan mekanisme di dapat. Mereka termasuk individu, grup, keluarga, organisasi, komunitas.

Lingkungan – Stimulus :
Menurut Roy lingkungan merupakan konsep utama dalam interaksi manusia secara konstan. Lingkungan adalah semua kondisi, keadaan dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu maupun kelompok.

Kesehatan :
Kesehatan adalah suatu keadaan dan proses berfungsinya manusia karena terjadinya adaptasi terus-menerus. Digambarkan oleh Roy dari mulai rentang kematian sampai pada puncak kesehatan, dengan sehat normal ada di tengah. Kesehatan rendah sebagai hasil dari maladaptasi terhadap perubahan lingkungan.
Manusia dikatakan berada dalam suatu rentang sehat dan sakit, yang merupakan suatu dimensi yang tidak dapat dihindari oleh manusia.

Keperawatan :
Roy menjelaskan bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal yang diawal adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Manusia sebagai sistem, berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi lingkungan melalui mekanisme adaptasi bio-psikososial. Adaptasi di tingkatkan bila terjadi peningkatan atau pengurangan pemenuhan kebutuhan. Di dalam menghadapi perubahan atau stimulus, manusia harus menjaga integritas dirinya dan selalu beradaptasi secara menyeluruh (holistik adaptive system). Tindakan keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau mengatasi dan meningkatkan kemampuan adaptasi manusia. Peran perawat adalah memfasilitasi potensi klien untuk mengadakan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya untuk mempertahankan homeostatis atau integritasnya. Perubahan atau stimulus yang menimbulkan akibat pada manusia dibagi menjadi tiga, yaitu:
• Fokal; yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan manusia (saat ini).
• Konstekstual; yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara obyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan di mana dapat menimbulkan respons negatif pada stimulus fokal (presifitasi).
• Residual; berupa ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi, meliputi kepercayaan, sikap, sifat individu berkembang sesuai dengan pengalaman masa lalu yang dapat membantu untuk belajar toleransi terhdap suatu.

e. Paradigma Keperawatan menurut Imogene King
Manusia :
Menurut King, manusia merupakan makhluk sosial yang rasional dan selalu ingin tahu. Manusia memiliki kemampuan untuk berfikir, berpersepsi, perasaan, memilih dan menetapkan tujuan, serta membuat keputusan.
Karena itu, manusia memiliki 3 kebutuhan dasar :
• Manusia membutuhkan informasi kesehatan yang dapat digunakannya
• Manusia membutuhkan pencegahan terhadap sakit
• Manusia membutuhkan perawatan saat ia mengalami sakit
King menulis individu-individu memiliki hak mengetahui mengenai diri mereka,hak untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan yang mempengaruhi kehidupannya,kesehatan mereka dan pelayanan masyarakat dan hak untuk menerim atau menolak perawatan kesehatan

Lingkungan :
Lingkungan merupakan latarbelakang interaksi manusia, terdiri atas :
• Lingkungan Internal : didalamnya terdapat transformasi energi yang akan memungkinkan manusia untuk mengatur perubahan lingkungan eksternal
• Lingkungan Eksternal : meliputi organisasi formal dan informal. Keperawatan merupakan bagian dari lingkungan klien.
King menyatakan ”pemahaman mengenai tata cara manusia berinteraksi denganlingkungan mereka untuk mempertahankan kesehatan merupakan inti bagi perawat”. Pencocokan kehidupan dan kesehatan di pengaruhi oleh interaksi individu denganmasyarakat, setiap manusia menerima dunia sebagai totalitas orang dalam membuattransaksi dengan individu dan benda-benda di lingkungan.

Kesehatan :
Menurut King, kesehatan adalah suatu pengalaman dinamis pada kehidupan manusia, dimana hal tersebut merupakan penyesuaian terhadap adanya stressor lingkungan baik internal maupun eksternal dengan menggunakan sumber-sumber optimum sehingga dicapai potensi yang maksimum dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Kesehatan di pandang sebagai bagian dinamik dalam lingkaran kehidupan. Kesehatan mempengaruhi pengadaptasian terus-menerus terhadap stres. Kesehatan merupakan fungsi bagi perawat, pasien, psikiater, keluarga dan interaksi-interaksi lain.

Keperawatan :
Keperawatan didefenisikan sebagai proses aksi, reaksi dan interaksi antara perawat dan klien yang saling tukar menukar informasi tentang persepsi keduanya dan kondisi keperawtan. Proses interaksi perawat-klien melibatkan komunikasi, menentukan tujuan, eksplorasi dan menyetujui makna dari tujuan.
• Aksi : didefenisikan sebagai perilaku mental dan phisic
• Reaksi : perilaku tidak spesifik, tapi bergantung pada perilaku aksi
• Tujuan keperawatan : membantu individu untuk mempertahankan kesehatan agar perannya dapat berfungsi


IV. Perbedaan mendasar (prinsip/konsep) paradigma keperawatan menurut 5 (lima) pakar
Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas, jika dicermati maka terdapat beberapa perbedaan mendasar pandangan ahli dalam menyikapi paradigma keperawatan yang terdiri dari 4 komponen yaitu manusia, lingkungan, sehat sakit dan keperawatan itu sendiri.

a. Menurut Orem
Orem melihat individu sebagai suatu kesatuan utuh yang terdiri atas suatu yang bersifat fisik, psikologik dan sosial, dengan derajat kemampuan mengasuh diri sendiri (self care ability) yang berbeda¬-beda. Berdasarkan pandangan ini, ia berpendapat bahwa kegiatan atau tindakan keperawatan ditujukan kepada upaya memacu kemampuan mengasuh diri sendiri. Ia menyatakan bahwa teorinya, yaitu "self-care deficit theory of nursing" merupakan teori umum (general theory).
b. Menurut Neuman
Neuman memandang manusia sebagai makhluk yang multidimensi, karena itu keperawatan harus berkonsentrasi terhadap seluruh aspek dari manusia. Keperawatan harus memperhatikan lingkungan internal maupun eksternal manusia, termasuk lingkungan yang tercipta dari interaksi manusia dengan lingkungan itu sendiri. Neuman memandang bahwa kesehatan adalah suatu keseimbangan antara seluruh aspek yang terdapat dalam diri manusia. Newman mengemukakan model sistem (system model) dalam peadidikan dan praktik keperawatan Newman menggunakan pendekatan manusia utuh (total person approach), dengan me¬masukkan konsep holistik, pendekatan sistem terbuka (open system), dan konsep "stressor".
Model ini menganalisis interaksi empat variabel penunjang komunitas yang meliputi fisik, psikologis, sosial kultural dan spiri¬tual. Adapun tujuan keperawatan adalah stabilitas klien dan keluarga dalam lingkungan yang dinamis.

c. Menurut Johnson
Johnson memandang manusia memiliki 2 aspek dasar yaitu aspek biologis dan aspek perilaku, dan kosentrasi/fokus utama keperawatan adalah mempertahankan keseimbangan sistem perilaku manusia.

d. Menurut Roy
Roy memandang individu sebagai makhluk bio-psiko-sosial yang harus dilihat sebagai suatu kesatuan utuh yang secara terus menerus berinteraksi dengan lingkungan, berespons terhadap lingkungan, dan beradaptasi dengan lingkungan. Keperawatan dilihat sebagai kegiatan atau tindakan yang ditujukan pada upaya menghilangkan stimuli dan memacu kemampuan adaptasi dari individu. Model keperawatan yang dikembangkannya selanjutnya dikenal sebagai "adaptation model"
e. Menurut King
King memandang bahwa klien/pasien sebagai sistem perorangan (personal system) di dalam lingkungan, sebagai makhluk yang mempunyai day.a bereaksi (reacting beings), makhluk yang berorientasi pada waktu (time-oriented beings), dan makhluk sosial (social beings) yang mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan berpikir, memilih, menetapkan tujuan, dan memiliki kegiatan untuk mencapai tujuan, serta membuat keputusan. Keperawatan dilihat sebagai aksi, reaksi, interaksi dan transaksi dari proses interpersonal. King mendefinisikan keperawatan sebagai proses interaksi manusia (process of human interactions) antara perawat dan, klien yang berkomunikasi untuk menentukan tujuan, mengeksOorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan, serta menyepakati sumber¬sumber yang digunakan dalam mencapai tujuan. Teori King dikena] sebagai "theory of goal attainment."

V. Hubungan konsep teori paradigma dengan falsafah keperawatan
Falsafah keperawatan adalah filosofi atau dasar yang masih bersifat abstrak dalam menjelaskan suatu konsep dalam keilmuan termasuk dalam keperawatan. Falsafah merupakan suatu keyakinan bahwa realita/fenomena-fenoma yang terjadi itu ada hukum-hukum atau penyebab-penyebab yang mendasari yang dapat dijelaskan secara logis dan ada keingintahuan terhadap penyebab-penyebab tersebut. Sedangkan paradigma sudah mulai merupakan suatu penjabaran terhadap apa yang terkandung didalam filosofi keperawatan, sehingga paradigma keperawatan dapat dijadikan suatu cara perawat memandang permasalahan yang ada dalam disiplin keperawatan.
Dari falsafah ini, maka didapatkan berbagai asumsi-asumsi serta cara pandang yang berfokus kepada 4 hal yaitu manusia, kesehatan, lingkungan dan keperawatan, dan inilah yang merupakan paradigma keperawatan.

VI. Penerapan paradigma keperawatan dalam layanan keperawatan.
Paradigma keperawatan merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh mayoritas kelompok ilmiah (keperawatan) atau hubungan berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur hubungan diantara teori tersebut guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja keperawatan. Paradigma keperawatan terdiri atas empat unsur, yaitu keperawatan, manusia, kesehatan, dan lingkungan. Keempat unsur inilah yang membedakan paradigm keperawatan dengan teori lain (Asmadi, 2008).
Sebagai suatu profesi yang berbeda dengan profesi lain, keperawatan haruslah memiliki suatu cara pandang yang berbeda dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada dalam profesinya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang merupakan bentuk pelayanan profesional keperawatan, hendaknya perawat harus memperhatikan seluruh aspek yang termasuk dalam paradigma keperawatan, yaitu manusia sebagai makhluk holistik dan unik dengan segala macam kebutuhannya, lingkungan internal mapun eksternal yang didalamnya terdapat stressor-stressor yang akan mempengaruhi kondisi sehat dan sakitnya manusia. Sehingga keperawatan harus berperan untuk memingkatkan derajat kesehatan dan membantu manusia berada dalam rentang kesehatan yang optimal.



Daftar Pustaka


Alimul, Aziz. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta.

Asmadi. 2008, Konsep Dasar Keperawatan, EGC, Jakarta

Anonim, 2011. http://www.docstoc.com/docs.35503151/teori-keperawatan-orem.html. 30-
11-2011. Teori Keperawatan Dorothea Orem. Gorontalo.

Kusnanto, 2004, Pengantar Profesi Keperawatan, EGC Jakarta

Marriner-Tommey and Alligood, 2006, Nursing Theorist andTheir Work, St. Louis: Mosby
Elsevier.

Suara,Mahyar, Dalami,Ermawati, Rochimah, Raenah,Een, dan Rusmiati. 2010. Konsep
Dasar Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media

Salbiah, 2006, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Universitas Sumatera Utara,
Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

Setiap orang pasti ingin sukses dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya. Namun percayalah kalau sifat dan kepribadian Anda sendiri akan memengaruhi kesuksesan dalam bekerja. Dalam hubungan kedua hal ini, ada tujuh kepribadian orang yang dinilai tidak akan pernah sukses dalam pekerjaannya.

1. Orang yang mudah tertipu
Percaya pada perusahaan itu boleh-boleh saja, tapi hati-hati jangan terlalu mudah percaya pada semua hal. Ketika pimpinan kantor mengatakan sesuatu yang mungkin Anda sendiri tahu bahwa alasan ini sangat dibuat-buat maka ada baiknya untuk tidak diam saja dan menerimanya. Misalnya, "Anda tidak mendapatkan promosi di tahun ini, tapi pasti di tahun depan."

Anda boleh saja kok untuk sedikit bernegosiasi dengan hal ini. Ibaratnya, sama seperti saat Anda membeli mobil tanpa menawar. Jika Anda berusaha untuk keluar dari dealer maka si penjual pasti memberi diskon untuk Anda. Dalam pekerjaan hal ini juga berlaku.

Dengan berbagai ucapan ini, perusahaan sebenarnya ingin bernegosiasi dengan Anda. Tujuannya adalah mereka ingin mendorong Anda untuk bekerja lebih baik dan membuat Anda bertahan di perusahaan tersebut, tapi di sisi lain mereka ingin menghemat uang perusahaan, menahan kenaikan gaji, promosi jabatan. Kalau sudah begini, jangan hanya menerimanya saja, Anda harus memperjuangkan hak Anda.

2. Groupthinker
Groupthinker atau para pemikir kolot yang berkelompok adalah masalah psikologis yang merajalela di tempat kerja. Semakin lama Anda bekerja di sebuah perusahaan maka populasinya akan semakin besar. Akhirnya terbentuk kumpulan karyawan senior yang kurang mawas dengan perkembangan di luar. Orang-orang ini adalah alasan mengapa banyak hal di kantor tidak diperbaharui, seperti misalnya; teknologi kantor, kebijakan yang sudah ketinggalan jaman, atau hal-hal lainnya di kantor yang tidak diperbaharui. Dalam tim kerja kolot ini Anda akan selalu mendengar kalimat "Kamu tidak bisa melakukan itu, karena kami tidak terbiasa melakukannya dan ini tidak seperti yang biasanya selalu dilakukan di kantor!"

Sangat mudah melihat tipe orang seperti ini, terutama jika Anda adalah orang baru di kantor. Grupthink ini biasanya duduk bergerombol bersama-sama dan ngobrol serta mengungkapkan hal-hal aneh, dan selalu mengeluh setiap ada tugas atau hal baru yang diterapkan di kantor. Kalau menemukan hal seperti ini, sebaiknya Anda hindari dan jangan bergabung dengan kelompok ini. Kelompok ini akan mengganggu karier dan membuat Anda justru jadi bodoh.

3. Orang yang terlalu takut
Seperti biasa, orang akan melakukan hal konyol ketika mereka takut. Orang-orang seperti inilah yang akan menyebabkan masalah serius di tempat kerja. Misalnya ketika mereka takut dipecat, maka ketika kantor menemukan sebuah kesalahan dalam pekerjaan tim, jangan kaget kalau ia akan menumpukan semua kesalahan pada Anda. Orang seperti ini akan selalu mencari aman untuk posisinya sendiri sekalipun mereka harus mengorbankan Anda.

4. Orang yang apatis
Sesekali mengambil cuti kerja tentu tak masalah. Namun tak dimungkiri kalau ada saja teman kerja yang sirik dengan masa cuti Anda ini. Apalagi kalau dia tahu-tahu selalu menghubungi Anda untuk masalah pekerjaan atau justru malah menyindir Anda karena bersenang-senang, sementara mereka harus bekerja keras saat Anda cuti. Menyebalkan pasti!

Tak cuma itu saja, orang apatis juga sering menunjukkan sikap egois. Anda mungkin pernah menjadi korban si apatis saat bekerja. Salah satunya mungkin dengan kalimat "Kamu lembur yah, tolong kerjakan yang ini soalnya saya harus pulang cepat anak-anak sudah menunggu," Apa maksudnya sih? setiap orang kan juga punya urusan, tapi nggak begini juga caranya. Tak ada salahnya sesekali mengasihani orang-orang seperti ini, tapi usahakan agar Anda tak jadi rekan kerja yang apatis juga.

5. Si pecundang yang selalu berpikir negatif
Setiap kali Anda berhasil dalam pekerjaan atau mendapatkan pujian dari si bos, pasti ada saja rekan kerja yang sirik dengan hal ini.

Seorang pecundang akan berpikir bahwa Anda bisa mendapatkannya dengan cara yang tidak baik, atau karena adanya dukungan dari seseorang yang punya posisi kuat, atau buruknya, ia berpikir ini hanya keberuntungan semata.
Anda memang tak bisa menghentikan atau mengubah pikiran orang-orang seperti ini. Satu-satunya melawan si pecundang adalah dengan memberinya berbagai kejutan dengan keberhasilan Anda yang terbaik setiap waktu. Ini akan menghilangkan si pecundang, satu per satu sekaligus meningkatkan nilai di mata bos dan meningkatkan penghargaan pada diri sendiri.

6. Si biang gosip
Kalau bertemu tipe teman kantor seperti ini pasti ujung-ujungnya bergosip dan ngomongin orang. Ada gosip ringan dan ada juga gosip yang sudah menjurus ke arah bahaya. Jika Anda berusaha untuk masuk ke dalam kelompok yang seperti ini, maka dijamin karier pasti kacau.

7. Orang yang gemar minta maaf
Salahkah minta maaf? Tentu tidak salah selama Anda memang benar-benar sudah melakukan sesuatu yang salah. Namun ketika tak melakukan kesalahan apa gunanya minta maaf?

Mungkin Anda sering mendengar atau justru sering melakukannya permintaan maaf tanpa kesalahan ini. Misalnya, "Maaf ya kalau presentasi saya kurang bagus," "Maaf ya kalau pekerjaan saya kurang bagus," "Maaf ya kalau website saya jelek," dan lain-lainnya.

Kata-kata maaf di kalimat ini tidak salah karena Anda tak bermaksud untuk sombong (sekalipun pekerjaan Anda sangat bagus). Sebaliknya, justru kalimat ini menunjukkan kepercayaan diri yang sangat rendah. Yang harus dilakukan adalah jadi lebih percaya diri namun tidak sombong.

Sumber: Kompas.com